Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Buku Harian dan Kemampuan Literasi ( 5 )

Camelia III

Trulli

Buku Harian ini isinya adalah sebuah catatan perjalanan, puisi, surat untuk seorang sahabat dan lainnya. Didalamnya terangkum perasaan dan opini seorang remaja dalam menyikapi peristiwa-peristiwa tertentu dalam hubungannya dengan love affair, kenyataan, nilai dan norma serta harapan-harapannya di masa depan.


Rabu, 25 Juni 1980

Suara musik tetap mengalun lembut. Disusul kemudian lagu " Camelia III " dalam album lagu Ebit G. Ade.


Disini, dibatu ini

Akan kutuliskan lagi

Namaku dan namamu

Maafkan bila waktu itu

Dengan tuliskan nama kita

kuanggap engkau berlebihan



Sekarang setelah kau pergi

Kurasakan makna tulisanmu

Meski samar tapi jelas tegas

Engkau hendak tinggalkan kenangan

Dan kenangan


Disini, kau petikkan kembang

Kemudian engkau selipkan

pada tali gitarku


Maafkan bila waktu itu

Kucabut dan ku buang

Kau pungut lagi dan kau bersihkan

Engkau berlari sambil menangis

Kau dekap erat kembang itu

Sekarang baru aku mengerti

Ternyata kembangmu kembang terakhir

yang terakhir

**

Oh.. Camelia

Katakanlah di satu mimpiku

Oh.. Camelia

Maafkanlah segala khilaf dan salahku


Disini, dikamar ini

yang ada tinggal gambarmu

Kusimpan dekat dengan tidurku

dan mimpiku

back to **

Saat lagu ini sedang kunikmati, ada suara memanggilku. Aku kenal betul suara itu.  Suara Ibu yang memanggilku dan mengajak untuk ikut berjalan-jalan masuk hutan. Bu Ummi, mak Rauda, Nyai Muk berserta satu anaknya serta adikku ikut bersama ke hutan.

Melalui jalan setapak kami berjalan beriringan, menyusuri lekuk liku jalan yang menurun. Di kanan kiri semak belukar serta batu-batu yang yang menghiasi lorong agak merintangi kami berjalan, sehingga kami harus berhati-hati. Daun-daun jati yang gugur dan mengering menimbulkan bunyi gemerisik akibat terinjak, sementara angin tak henti-hentinya berpacu meluruhkan daun-daun yang mulai menguning.

Ketika kami sampai di lereng bukit, jalan tak lagi berbatu. Tanah pasir bercampur debu, dihiasi rumput setinggi mata kaki dan lutut menghampar seperti daratan abrasi. Agak jauh di hadapan kami, terdapat laut yang memisahkan pantai Patapan dengan pulau Paleat. Pohon bakau di sepanjang pantai merupakan pemandangan yang indah yang kami jumpai.

Tetapi kami tidak menuju ke tepi laut. Melainkan belok ke kanan ke arah barat. Kemudian lewat jalan yang agak lebar, kami memasuki hutan. Di kanan kiri jalan ditumbuhi pohon-pohon kayu yang besar dan tinggi, diantaranya adalah pohon kenari. 

Agak jauh masuk ke hutan, di kanan jalan, sebuah perbukitan memanjang. Jalan yang kami lalui itu disisi perbukitan yang memanjang di kanan jalan. Di kiri jalan, terdapat danau-danau kecil yang digenangi air laut, dikelilingi tumbuhan pandan duri serta pohon bakau merupakan pemandangan yang kita temui sepanjang jalan.

Segerombolan kera yang sedang asyik bermain diatas pohon kenari, lari terbirit-birit ketika melihat kami datang. Pada sebuah pohon kayu yang sedang terbaring aku bertengger sejenak, sementara album lagu dari Ebit G. Ade masih saja mengalun menemani perjalanan kami. Anak-anak kecil menyebar kesana kemari mencari buah kenari yang banyak terhampar di tanah. Kira-kita 100 m masuk ke hutan, kami kembali ke rumah.

Aku kembali duduk di tangga rumah, persis seperti ketika aku belum berangkat masuk hutan tadi. Sebuah kamera Canon milik Om Rasid sedang kupelajari cara mengoperasikannya. ( Saat itu kami rombongan sedang menunggu angkutan perahu yang akan membawa kami ke Pagerungan kecil.).

Dari arah barat muncul seorang gadis bersama ibunya berjalan mendekat ke tempat aku duduk. Mereka mengajak aku untuk memotretnya. Aku sepakat. 
"Kita foto di pantai yuk!" katanya. Mereka melangkah ke arah selatan.
" Sebentar aku menunggu bu Ummi". kataku.
Tetapi yang kutunggu belum juga datang, kami berangkat. 

Setelah melintas jalan raya, kemudian melalui jalan menurun, melintas hutan jati sebentar, kami sampai pada sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari pesisir pantai.

Di halaman rumah pada sebuah batu agak besar aku duduk, dengan sebuah kamera kusandang. Di tepi laut beberapa orang sedang membuat perahu yang sudah hampir selesai. 

Kami kemudian saling berbincang, diamana sebaiknya yang akan dijadikan objek foto dan latar belakang, sehingga menghasilkan foto yang indah dan romantis sesuai dengan suasana pantai. Kulihat ada batang pohon yang sudah mati, kulit kayunya sudah terkelupas sehingga nampak warnanya menjadi kecoklatan. Terletak diatas permukaan air laut dengan latar belakang pulau Paleat, disitulah dia kuminta duduk dan berfoto. 

Tak lama setelah itu kami pulang. Ditengah perjalanan pulang, kami berpapasan dengan gadis dusun temannya. Kami berpisah, karena dia dengan gadis itu akan pergi ke Pajanassem dengan sebuah sampan keteran ( perahu kecil yang bersayap sebagai penyeimbang). Aku diajak ikut bersamanya, tapi aku keberatan karena khawatir rombongan kemanten berangkat, dan aku bisa ketinggalan nantinya.

Hari sudah agak siang, kira-kira pukul 09.00 pagi. Aku kembali ke rumah dan istirahat di depan rumah, persis ketika sebelum berangkat memotret tadi. Disitu berbincang-bincang dengan orang tua gadis yang tadi berangkat. Tengah asyik kami ngobrol, kemudian datang seseorang yang membawa beberapa tas dan barang-barang lainnya. Di situ juga terdapat tasku.

"Pak...mau kemana " kataku agak kaget.
" Ke perahu. Ikut sekarang. Ada perahu mesin dari Banyuangi mau ke Pagerungan Kecil". katanya menjelaskan sambil berlalu di depan kami menuju ke arah pantai.

Perahu yang dimaksud  memang sudah ada dan berlabuh agak di tengah. Aku melihatnya tadi ketika sekembalinya dari jalan-jalan ke hutan. Aku tidak mengerti bahwa kapal itulah yang akan membawa kami ke Pagerungan Kecil. Mujur aku tidak ikut pada mereka yang mengajakku tadi ke Pajenassem.

Aku beranjak pulang. Di rumah orang-orang sudah pada siap berangkat. Tinggal aku yang masih belum apa-apa. Ya...memang tak ada yang perlu dipersiapkan, sebab kata ibu barang-barangku sudah dimasukkan ke dalam tas tadi.

Setelah merapikan pakaian, rambut serta memasang sepatu aku berangkat bersama rombongan meningggalkan rumah menuju pantai. Dengan  sebuah sampan keteran kami beranjak meninggalkan pantai Patapan menuju perahu yang berlabuh agak di tengah laut. ( Bersambung )
Nur Hakim
Nur Hakim Fokus adalah salah satu kiat untuk sukses

Post a Comment for "Buku Harian dan Kemampuan Literasi ( 5 )"