Buku Harian dan Kemampuan Literasi ( 4 )
Elegi Esok Pagi
Buku Harian ini isinya adalah sebuah catatan perjalanan, puisi, surat untuk seorang sahabat dan lainnya. Didalamnya terangkum perasaan dan opini seorang remaja dalam menyikapi peristiwa-peristiwa tertentu dalam hubungannya dengan love affair, kenyataan, nilai dan norma serta harapan-harapannya di masa depan.
Rabu, 25 Juni 1980
Melalui celah-celah dinding rumah yang terbuat dari papan kayu, sinar mentari menembus, membuat bayang-bayang dan membentuk garis-garis lurus pada lantai. Dari sini kuketahui hari sudah siang. Aku segera bangun beranjak dari tempat tidur.
Aku teringat bahwa aku belum shalat subuh. Langsung saja langkahku bergegas menuju sumber air yang letaknya tak jauh dari tempatku bermalam. Hanya ini satu-satunya sumber air tawar yang ada di daerah itu. Menurut perkiraanku, pancuran air ini dibangun bersamaan dengan perumahan dan perkantoran Perum PERHUTANI Kangean Timur.
Samar-samar aku masih ingat, ketika dulu sekitar tahun 1965 untuk pertama kalinya aku berkunjung ke Patapan, pancuran air ini sudah ada. Waktu itu aku masih kecil, masih belum sekolah. Aku dibawa oleh ayahku dengan naik kuda dan pernah mandi disitu. Saat itu ayahku bertugas menjadi guru di desa Torjek.
Tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan sekarang, pikirku dalam hati. Aku segera mandi, ambil air wudhu, terus kembali pulang. Setelah shalat subuh aku pergi sarapan pagi di rumah sebelah tempat rombongan bermalam.
Sesudah sarapan pagi aku kembali ke pondokan. Diatas sebuah meja, ada sebuah pesawat radio bertengger. Aku mengambilnya, kemudian duduk di anak tangga depan menghadap ke jalan.
Tak lama kemudian lagu " Elegi esok pagi " dari suara Ebit G. Ade " mengalun lembut mengiringi kesendirianku pagi itu.
Ijinkanlah kukecup keningmu
Bukan hanya ada di dalam angan
Esok pagi, kau buka jendela
'Kan kau dapati seikat kembang merah
Engkau tahu, aku mulai bosan
Bercumbu dengan bayang-bayang
Bantulah aku temukan diri
Menyambut pagi, membuang sepi
Ijinkanlah aku kenang
Sejenak perjalanan
Ho ho ho
Dan biarkan 'ku mengerti
Apa yang tersimpan di matamu
Ho ho
Barangkali di tengah telaga
Ada tersisa butiran cinta
Dan semoga kerinduan ini
Bukan jadi mimpi di atas mimpi
Ijinkanlah aku rindu
Pada hitam rambutmu
Ho ho ho
Dan biarkan 'ku bernyanyi
Demi hati yang risau ini
Ho ho
Barangkali di tengah telaga
Ada tersisa butiran cinta
Dan semoga kerinduan ini
Bukan jadi mimpi di atas mimpi
Syair nada dan irama lagu yang cukup sentimentil, serta semilir angin yang berhembus sepoi-sepoi, menyajikan nuansa pagi yang cukup segar dan romantis.
Sepintas lintas kenangan lama terungkit bersama alunan musik. Kisah asmara remaja yang penuh suka dan duka melantun dalam buaian kenang. Sederet wajah menjelma merajut impian seirama nada dan lagu.
Aku tersenyum. Entah senyum kebahagiaan, kedamaian, kegetiran, aku sendiri kurang tahu. Tapi yang jelas kali ini, di sudut hatiku aku merasa kosong, hampa. Aku butuh seseorang. Seseorang yang bisa menemani aku bercanda. Aku merindukan cinta dan kasih dari seseorang. Ini mungkin wajar bila kerinduan itu datang saat-saat seperti ini.
Angin begitu lembut membelai kulitku. Menyapa hati yang lagi sendiri. Seakan ia membisikkan ke telingaku bahwa belaian kasih dan kelembutan itu pasti datang.
Suara musik tetap mengalun syahdu. Disusul kemudian lagu Camelia III dalam album lagu Ebit G. Ade. ( Bersambung ).
Post a Comment for "Buku Harian dan Kemampuan Literasi ( 4 )"
Komentari dengan kata-kata yang baik